Pembelajaran Anak Berbakat


1.     Ciri – ciri anak berbakat
Anak berbakat itu memiliki karakteristik yang menonjol dalam aspek-aspek kesiagaan mental, kemampuan pengamatan, keinginan untuk belajar, dayakonsentrasi, daya nalar, kemampuan membaca, ungkapan verbal, kemampuan menulis, kemampuan mengajukan pertanyaan yang baik, menunjukan minat yang luas, berambisi untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi, mandiri dalam memberikan pertimbangan, dapat memberikan jawaban yang tepat dan langsung kesasaran, mempunyai rasa humor yang tinggi, melibatkan diri sepenuhnya dan ulet menghadapi tugas yang diminati.
Menurut Balitbang Depdiknas (1986) mengungkapkan ciri-ciri keberbakatan peserta didik dilihat dari aspek kecerdasan, kreativitas, dan komitmen terhadap tugas:
1.             Lancar berbahasa ( mampu mengutarakan pikirannya)
2.             Memiliki rasa ingin tahu yang besar terhadap ilmu pengetahuan
3.             Memiliki kemampuan yang tinggi dalam berpikir logis dan kritis
4.             Mampu belajar/bekerja secara mandiri
5.             Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa)
6.             Mempunyai tujuan yang jelas dalam tiap kegiatan atau perbuatannya
7.             Cermat atau teliti dalam mengamati
8.             Memiliki kemampuan memikirkan beberapa macam pemecahan masalah;
9.             Mempunyai minat yang luas;
10.         Mempunyai daya imajinasi yang tinggi;
11.         Belajar dengan cepat
12.         Mampu mengemukakan dan mempertahankan pendapat;
13.         Mampu berkonsentrasi
14.         Tidak memerukan dorongan (motivasi) dari luar.

2.     Implikasi dalam Pembelajaran (Teori Barbe dan Renzulli)
Menjelaskan dan menerapkan teori anak berbakat dari Barbie dan Renzulli :
Menurut definisi yang dikemukakan Joseph Renzulli (1978), anak berbakat memiliki pengertian, “Anak berbakat merupakan satu interaksi diantara tiga sifat dasar manusia yang menyatu ikatan terdiri dari kemampuan umum dengan tingkatnya di atas kemampuan rata- rata, komitmen yang tinggi terhadap tugas dan kreativitas yang tinggi.
  • High Potential Ability (Kecerdasan Tinggi) Standard yang ditetapkan untuk anak berbakat oleh Diknas tahun 2003 adalah 140 . Kalau hasil tes menunjukkan IQ anak mencapai 140 ke atas, maka anak itu otomatis disebut gifted child. Tetapi kemudian muncul pembagian tertentu untuk anak berbakat dilihat dari IQnya. Keberbakatan ringan (IQ 115 – 129), keberbakatan sedang (IQ 130 – 144), keberbakatan tinggi (IQ 145 ke atas).
  • Task Commitment adalah sejauh mana tanggung jawab dalam meyelesaikan tugas. Tidak hanya tugas dari sekolah tapi juga tugas di rumah. Task commitment dapat diukur melalui tes tertentu yang hanya boleh dilakukan oleh psikolog. Task commitment ini mencakup tanggung jawab, motivasi, keuletan, kepercayaan diri, memiliki tujuan yang jelas sebelum melakukan sesuatu dan kemandirian.
  • Kreativitas bisa diartikan sebagai kemampuan untuk menciptakan hal-hal baru atau kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru dari yang sudah ada. Kreativitas dapat dinilai dari 4 hal, produk, pribadi, proses dan pencetus / penghambat. Suatu produk dikatakan kreatif kalau produk itu baru, berbeda dari yang sudah ada, lebih baik dari yang lain dan tentu saja berguna. Sifat pribadi kreatif yang lain adalah terbuka pada hal-hal baru, punya rasa ingin tau yang besar, ulet, mandiri, berani mengambil resiko, berani tampil beda, percaya diri dan humoris.
Anak berbakat ialah anak yang memiliki kecakapan dalam mengembangkan gabungan ketiga sifat ini dan mengaplikasikan dalam setiap tindakan yang bernilai. Anak-anak yang mampu mewujudkan ketiga sifat itu masyarakat memperoleh kesempatan pendidikan yang luas dan pelayanan yang berbeda dengan program-program pengajaran yang reguler (Swssing, 1985).
Pengertian lain menyebutkan bahwa anak gifted adalah anak yang mempunyai potensi unggul di atas potensi yang dimiliki oleh anak-anak normal. Para ahli dalam bidang anak-anak gifted memiliki pandangan sama ialah keunggulan lebih bersifat bawaan dari pada manipulasi lingkungan sesudah anak dilahirkan.
Anak yang memiliki bakat istimewa sering kali memiliki tahap perkembangan yang tidak serentak. Ia dapat hidup dalam berbagai usia perkembangan, misalnya: anak berusia tiga tahun, jika sedang bermain ia terlihat seperti anak seusianya, tetapi jika sedang membaca ia menampilkan sikap seperti anak berusia 10 tahun, jika mengerjakan soal matematika ia seperti anak berusia 12 tahun, dan jika berbicara seperti anak berusia lima tahun.
Perlu dipahami adalah bahwa anak berbakat umumnya tidak hanya belajar lebih cepat, tetapi juga sering menggunakan cara yang berbeda dari teman-teman seusianya. Hal ini tidak jarang membuat guru di sekolah mengalami kewalahan, bahkan sering merasa terganggu dengan anak-anak seperti itu. Di samping itu anak berbakat istimewa biasanya memiliki kemampuan menerima informasi dalam jumlah yang besar sekaligus. Jika ia hanya mendapat sedikit informasi maka ia akan cepat menjadi “kehausan” akan informasi.
Implikasi bagi guru anak berbakat disimpulkan oleh Barbie dan Renzulli (1975) sebagai berikut:
  • guru perlu memahami diri sendiri, karena anak yang belajar tidak hanya dipengaruhi oleh apa yang dilakukan guru, tetapi juga bagaimana guru melakukannya.
  • guru perlu memiliki pengertian tentang keterbakatan
  • guru hendaknya mengusahakan suatu lingkungan belajar sesuai dengan perkembangan yang unggul dari kemampuan-kemampuan anak
  • Guru memberikan tantangan daripada tekanan
  • Guru tidak hanya memperhatikan produk atau hasil belajar siswa, tetapi lebih-lebih proses belajar.
  • Guru lebih baik memberikan umpan balik daripada penilaian harus menyediakan beberapa alternatif strategi belajar
  • Guru hendaknya dapat menciptakan suasana di dalam kelas yang menunjang rasa harga diri anak serta dimana anak merasa aman dan berani mengambil resiko dalam menentukan pendapat dan keputusan.
Peran Orang Tua dalam Memupuk Bakat dan Kreativitas Anak.
Orang tua yang bijaksana dapat membedakan antara memberi perhatian terlalu banyak atau terlalu sedikit, antara memberi kesempatan kepada anak untuk mengembangkan bakat dan minatnya dan memberi tekanan untuk berprestasi semaksimal mungkin.
Ada beberapa hal yang memudahkan orang tua agar lebih mantap dalam menghadapi dan membina anak berbakat (Ginsberg dan Harrison, 1977; Vernon, 1977) diantaranya adalah:
  • anak berbakat itu tetap anak dengan kebutuhan seorang anak. Jika ada anak-anak lain dalam keluarga, janganlah membandingkan anak berbakat dengan kakak-adiknya atau sebaliknya.
  • Sempatkan diri untuk mendengarkan dan menjawab pertanyaan-pertanyaannya
  • Berilah kesempatan seluas-luasnya untuk memuaskan rasa ingin tahunnya dengan menjajaki macam-macam bidang, namun jangan memaksakan minat-minat tertentu.
  • Berilah kesempatan jika anak ingin mendalami suatu bidang, karena belum tentu kesempatan itu ada di sekolah.
  • Kerjasama Antara Keluarga, Sekolah dan Masyarakat
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama keluarga (orang tua), sekolah, dan masyarakat. Keluarga dan sekolah dapat bersama-sama mengusahakan pelayanan pendidikan bagi anak berbakat, misalnya dalam memandu dan memupuk minat anak. Tokoh-tokoh dalam masyarakat dapat menjadi “tutor” untuk anak berbakat yang mempunyai minat yang sama.
3.     Kurikullum Berdiferensiasi untuk anak berbakat
Kurikulum merupakan metode menyusun kegiatan-kegiatan belajar mengajar untuk menghasilkan perkembangan kognitif, efektif, dan psikomotorik anak. Menurut Sato (1982) kurikulum mencakup semua pengalaman yang diperoleh siswa di sekolah, di rumah dan dalam masyarakat, dan yang membantunya mewujudkan potensinya.

Berbeda dengan kurikulum umum yang bertujuan untuk dapat memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anak pada umumnya, maka kurikulum berdiferensiasi merupakan jawaban terhadap perbedaan-perbedan dalam minat dan kemampuan anak didik. Sehingga, dengna kurikulum berdiferensiasi setiap anak memiliki peluang besar untuk terus meningkatkan kemampuannya tanpa harus terikat oleh satu kurikulum umum yang menyamaratakan kemampuan seluruh anak.

Kendati demikian, pada dasarnya kurikulum berdiferensiasi tetap bertitik tolak pada kurikulum umum yang menjadi dasar bagi semua anak didik. Kurikulum berdiferensiasi juga memberikan pengalaman belajar berupa dasar-dasar keterampilan, pengetahuan, pemahaman, serta pembentukan sikap dan nilai yang memungkinkan anak didik berfungsi sesuai dengan tuntutan masyarakat atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Berdasarkan penjelasan di atas, Semiawan (1983) menyatakan bahwa bakat-bakat khusus baru dapat dikembangkan atas dasar kurikulum ini. Di samping itu, untuk dapat mewujudkan bakat yang khusus diperlukan juga pengalaman belajar yang khusus. Sehingga, pendidik juga dapat mengetahui keberbakatan anak dan memantaunya sesuai dengan kurikulum yang telah dideferensiasikan.

Lalu, Bagaimana Kurikulum Berdiferensiasi Dapat Dikembangkan? Menurut Kaplan (1977), perkembangan kurikulum dewasa ini menekankan penggunaan kurikulum secara fleksibel sesuai dengan kebutuhan guru dan siswa yang memungkinkan keragaman cara untuk mencapai sasaran belajar. Bahkan dalam kurikulum semacam ini tidak tertutup kemungkinan bahwa siswa pada saat-saat tertentu merumuskan sendiri sasaran-sasaran belajarnya.
Suatu kurikulum dapat berdiferensiasi melalui materi (konten atau muatan), proses, dan produk belajar yang lebih maju dan majemuk, serta dapat dirancang dengan cara sebagai berikut.

Kurikulum Berdiferensiasi Menyesuaikan dengan Kurikulum Umum
  1. Menambah hal-hal baru yang menarik dan menantang bagi anak berbakat. Misalnya dengan menambahkan muatan tugas yang dianggap menantang kemampuan yang dimiliki anak berbakat.
  2. Mengubah bagian-bagian tertentu yang kurang sesuai. Karena anak berbakat memiliki kemampuan memahami pelajaran dan pengetahuan yang melampaui anak pada umumnya, biasanya pemberian materi kepada anak berbakt lebih menyesuaika kemampuan anak. Sehingga, anada beberapa bagian yang diterima anak umum di kelas tetapi tidak diterima oleh anak berbakat.
  3. Mengurangi kegiatan-kegiatan yang terlalu rutin. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, anak berbakat memiliki tingkat kemampuan memahami pelajaran yang lebih tinggi dibandingkan anak umum, jadi beberapa kegiatan atau pelajaran yang dapat dikerjakan sendiri dan tanpa bantuan berarti dari pendidik sebaiknya dikurangi.
  4. Meluaskan dan mendalami materi. Karena sifat yang cenderung kurang puas dan mendetail, pemberian materi pembelajaran kepada anak berbakat sebaiknya lebih diluaskan dan mendalam.

Kurikulum Berdiferensiasi dengan Menggunakan Kurikulum yang Baru atau Khusus
Cara kedua ini adalah dengan menggunakan kurikulum yang benar-benar berbeda dengan anak umum dan disesuaikan dengan keberbakatan anak.
Untuk menyusun sebuah kurikulum, pendidik harus mengetahui beberapa asas kurikulum sebagai berikut:
  1. Berkaitan dengan mata pelajaran. Yaitu, kegiatan bekajar dikaitkan dengan mata pelajaran atau materi tertentu. Contohnya, ketika anak belajar bagian-bagian serangga, anak dapat mencari sendiri serangga-serangga yang akan dipelajarinya di lingkungan sekolah.
  2. Berorientasi dengan proses. Maksudnya, kegiatan belajar mengajar  menekankan perkembangan keterampilan dan proses berpikir daripada hanya materi. Contohnya, ketika anak sudah mengenal bagian-bagian serangga, anak dapat menganalogikan bagian-bagian tersebut dengan bagian-bagian kendaraan.
  3. Berpusat pada kegiatan aktif. Yaitu kegiatan belajar sepenuhnya mengikutsertakan anak secara aktif. Sehingga, dapat menghidupkan suasana keilmuan yang penuh akan diskusi dan saling bertukar pikiran.
  4. Penerapan tugas berakhir terbuka.Dengan asas ini tidak ada istilah “benar” dan “salah” dalam hasil tugas siswa, tetapi seluruhnya berdasarkan pengalaman setiap anak.
  5. Memungkinkan anak memilih. Asas ini memberikan peluang kepada setiap anak sesuai dengan kebutuhan, minat, dan kemampuan masing-masing. Sehingga, sekolah seharusnya menyediakan sarana atas minat dan bakat anak.

 Tiga hal yang membedakan penerapan kurikulum berdiferensiasi dengan kurikulum umum:
  1. Konten. Muatan atau materi yang diberikan kepada anak berbekat berbeda-beda sesuai dengan minat dan kemampuan anak.
  2. Proses. Proses belajar anak berbakat, entah itu waktu maupun caranya, dibedakan dengan anak umumnya sesuai dengan tingkat kemampuan anak.
  3. Produk. Dalam hal penugasan, anak berbakat diberikan beban produk yang lebuh rumit dan kompleks daripada anak umum. Produk belajar itu sendiri dapat berupa lisan, tulisan, ataupun benda.

Daftar Pustaka


0 Response to "Pembelajaran Anak Berbakat"

Post a Comment

Recent

Comment

Menu