Filsafat Pendidikan Eksisitensialisme

Filsafat Pendidikan Eksisitensialisme

Salam sejahtera untuk kita semua semoga segala kegiatan kita lancar dan mendapatkan manfaat yang baik untuk kita semua, sahabat sekalian, berikut adalah penjelasan singkat tentang Filsafat Pendidikan Eksistensialisme serta pengertiannya yang diharapkan dapat menjadi sumber referensi yang bermanfaat bagi kita semua dan guna mempersingkat waktu maka mari kita simak bersama-sama ulasan berikut ini : 

Eksistensialisme menurut Martin Heidegger (1889-1976) Eksisitensilah membuat yang ada dan bersosok jelas serta bentuknya mampu berada dan eksis. Oleh karena eksistensi kursi (misalnya, dapat berada ditempat. Pohon mangga dapat ditanam dan tumbuh serta berkembang, manusia mengaub melalui aksi bekerja, berbakti, membentuk kelompok bersama manusia lain. Namun ketika eksistensi meninggalkan segala yang ada menjadi tidak ada maka tidak hidup, tidak tampil dan tidak hadir. Pohon mannga menjadi pohon kayu mangga. Harimau menjadi bangkai harimau dan manusai mati dengan meningalkan budi, demikian pentingnnya peranan eksistens, olehnya itu segalanya dapat nyata, ada, hidup, tampil, dan  berperan. Teguh W.G (2011: 183). 

Eksistensialisme adalah filsafat yang akar metodologinnya berasal dari metode Fenomologi. Menurut Hussel (1858-1938) berawal dari; Kieggard dan Neiztche. Ia berusa menjawab pertanyaan ”bagaimanakah aku menjadi seorang diri?” sebuah kegelisaan yang bukan muncul denagn sendirinya melainkan sesautu yang lahir, ketika dunia mengalami krisis eksistensial dan manusia melupakan individunya. Kieggard adalah salah satu dari yang berusa menemukan jawaban untuk pertanyaan tersebut. Manusai bisa menjadi individu yang autentik jika memiliki gairah, keterlibatan dan komitmen pribadi dalam kehidupan. Pemikiran itu diteruskan oleh Neiztche yang membuat laahirnya pemikiran filsafat seacra narasial yang bisa menjadi jalan keluar untuk menjawab pertanyaan filosofinya, yaitu; “bagaiman cara menjadi manusia unggul ( Ubbermench)” dengan jawaban ”manusia bisa menjadi unggul jika mempunyai keberanian untuk merealisaikan diri secara jujur dan berani”

Eksistensialisme merupakan filsafat yang secara khusus mendeskiripsikan eksistensi dan pengalaman manusia. Eksistensialisme adalah suatu reaksi materialisme dan idealisme. Pandangan materialisme menganggap  manusia merupakan benda dunia. Manusia dalah materi, manusia adalah sesuatu yang ada tanpa menjadi subjek. Eksistensialisme berkeyakinan situasi manusia selalu berpangkalkan eksistensi sehingga aliran eksistensialisme penuh dengan lukisan-lukisan yang kongkret. Sesunggunya, ia bukan mengan mana yang benar dan mana yang salah, tetapi orang yang eksistensisalis sadar bahwa kebenaran bersilfat relatife. Karenanya, masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar.

Kendali kepentingan berakar dari tampilan pada sisi tertentu mungkin karena jabatan, harta, pangkat, keturunan. Lalu dijadikannya tempat berlindung dengan eksisitensinya. Eksistensislisme banyak mempersoalkan makna keberadaan manusia dengan persoalan kebebasan  mulai dari apakah kebebasan itu? Bagaimanakah manusia yang bebas itu? Eksistensialisme menolak mentah-mentah determinasi terhadap kebebasan kecuali dari kebasan itu sendiri. Kebebasan yang tidak bertanggung jawab, adalah hal yang bertentangan dengan nilai eksistensial itu sendiri, dalam arti “filosofisnya”. Kebeasn dalam berinteraksi adalah kebebasn yang penuh tanggung jawab atas retensi perubahan yang mendasari akal budi manusia.  

Membuat pilihan atas keinginan diri sendiri dan sadar akan tanggung jawabnya dimasa yang akan datang adalah esensi untuk perwujudan inti dari eksistensialisme. Menurut Sartre, ia mebagi eksistensialisme menjadi dua cabang yaitu; l’etre-en-sio ( ada dalam diri) dan l’etre-pour-sio (berada untuk diri). Adapun, l’etre-pour-sio menurutnya adalah cara ”ada” yang sadar dan satu-satunya makhluk yang mengada secara sadar adalah manusia, konsepini tidak memiliki identitas karena adanya terbuka, dinamis, dan aktif oleh karena kesadarannya. Manusia bertanggung jawab atas keberdaanya bahwa; “ aku” adalah; frater, bukan bruder. Aku imam tarekat, bukan imam diosesan; bahwa , aku awam bukan klerus; bahwa aku dosen, buka mahasiswa; bahwa aku mahasisiwa bukan pengamen, bahwa aku bawahan bukan pemimpin. Lalu manusia itu sadar bahwa dia bereksistensi.

Filsafat Pendidikan Eksisitensialisme
Filsafat Pendidikan Eksisitensialisme

Kesadaran menuru Sartre, terdiri dari kesadaran prareflrktif, dan kesadaran reflektif. Untuk prareflektif dimaksudkan, adalah keadarna aktifitas keseharian. Sdangkan reflektif adalah keadaran akan diri selama seseorang bereksisitensi ia akan mengalami kesadaran reflektif.nilai kesadarn ini membuat manusia mampu  membayangkan hal-hal yang mungkin terjadi. Dan kemungkinan apa yang menjadi alternative penyelesaiannya. Pada intinya,eksistensialisme adalah selalu menjadi pemikiran filsafat yang berupaya agar manusia menjadi dirinya. Mengalami individualitasnya itu berarti; berdiri sebagai diri sndiri. Menurut ; heideggard, “ das wesen des daseins ligh in seiner exsistenza” daseins tersusun dari “ dad “ dan “ sein “ Da berarti ;di sana, sein berarti berada. Itu artinya manusia sdar dengan tempatnya. Adanya manusia itu bukanlah etre melainkan a-etre manusia itu tidak hanya ada tetapi dia selamanya harus selalu membangun adanya. Menurut ; parkay, ( 1998) eksistensialisme adalah terdiri dari ; teistik ( bertuhan ) dan ateistik ( tak bertuhan).

Eksistensialisme terdiri dari dua filsafat tradisional yakni spekulatif dan skeptic. Filsafat spekulatif menyatakan bahwa pengalaman tidak banyak berpengaruh pada individu. Filsafat skeptic mengatakan bahwa semua pengalaman itu adalah palsu.dan tidak ada sesuatu yang dapat dikenal dari realita. Menurutnya konsep metafisika adalah sifatnya sementara. 

Dalam; Tuguh W.G ( 2011 ; 188 ) dinyatakan bahwa pemikiran filsafat ontology pendidikan eksistensialisme menyebutkan manusia memiliki keberadaan hyang unik. Dalam dirinya, berbeda antara manusia yang satu dengan yang lainnya. Telaah manuisa diarahkan pada individualitas manusia sebagai unit analisisnya. Dengan berfokus pada penglaman pengalaman individu, seperti; ( 1 ) berkaitan dengan hal hal yang esensial, atau mendasar yang seharusnya manusia tahu, serta menyadari sepenuhnya tentang; dunia tempat mereka tinggal dan hidup. ( 2 ) menekankan data fakta dengan kurikulum yang bercorak Vokasional (3 ) konsentrasi studi pada materi materi dasar tradisional, seperti; membaca, menulis, sastra, bahasa asing, matematika, sejarah, sains,seni dan music; ( 4 ) pola orientasinya dalah; keterampilan dasar menuju keterampilan yang bersifat kompleks, ( 5 ) perhatian pada pendidikan yang bersifat menarik dan efisien, ( 6 ) yakni pada nilai pengetahuan untuk kepentingan pengetahuan ( 7 ) disiplin mental di perlukan, untuk mengkaji informasi yang mendasar tentang dunia yang dialami ( 8) menekankan pada kreatifitas subjektifitas, pengalaman manusia dan tindakan konkret dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakikat manusia atau realita.

Eksistensialisme berkaitan erat dengan pendidikan, sebab focus pembahasan eksisitensialisme adalah kebenaran manusia. Sedangkan pendidikan hanya di langsungkan oleh manusia. Pendidikan bagi eksisitensialisme diarahkan untuk mendorong setiap individu agar mampu mengembangkan setiap potensinya untuk pemenuhan diri. Dalam pelaksanaan pendidikan, peserta didik adalah mahluk rasional dengan pilihan bebas agar dapat bertanggung jawab. Kurikulum eksistensialisme cenderung bersifat liberalis untuk membawa manusia kepada kebebasan dirinya hingga sekolah perlu mengajarkan pendidikan social. Untuk mengajarkan rasa hormat terhadap kebebasan serta privasi setiap individu, proses pembelajaran tidak ditumpahkan secara bebas begitu saja tetapi di tawarkan agar guru dan peserta didik ( siswa ) direalisasikan oleh suatu dialog dengan eksisitensialisme siswa harus menentukan hakikat nilai yang menjadi kebutuhan hidup dalam bentuk kemasyarakatan. Pendidikan yang menjadi tumpuan orientasinya adalah : sejauh mana kurikulum mampu membawa kearah yang tepat dalam prinsip keseimbangan antara material dan spiritual manusia.

Banyak hal yang perlu diperhatikan dalam rangka pengembangan nilai nilai manusia melalui pendidikan antara lain : 

( 1 ) sadar dengan diri dan tempatnya dalam kehidupan nyata. 
( 2 ) kendalikan diri akan jiwa yang membuat kita sama dalam keadaran 
( 3 ) tuntun jelas akal budi dengan fitrah karunianya. 
( 4 )  pilihkan nafsu yang memuliakan diri yang membawa kebaikan. 
( 5 ) penetapan tujuan hidup yang semestinya harus di lalui. 
( 6 ) mencari nilai yang semstinya sebagai mana nilai itu dapat mengadakan dengan kebenarannya. 
( 7 ) mengkaji esensi kependidikan untuk kepentingan pendidikan manusia. 
( 8 ) membangun konsep pemikiran dengan kebesarannya, mengantar manusia menjadi suci. 
( 9 ) memikirkan landasan spiritual yang menjadikan utama dalam hidup. 
( 10 ) buatlah etika social dan rancanglah hal – hal yang mendudkung nilai dalam kehidupan untuk banyak orang. 

Dengan sandaran pendidikan yang dituangkan secara moralitas, tentu tidak sedikit probematika kepentingan sebagai sanggahan untuk keberhasilan. Maka pendidikan sewajarnya / seyogianya siap seperti : siapnya potensi peserta didik secara individualis sebagai subjek substansial dalam pendidikan yang memiliki fitrah Ilahi. 

Demikianlah penjelasan singkat diatas semoga ada manfaatnya dan dapat bernilai ibadah di sisi Allah Swt dan diberi ganjaran sebagai orang yang berjihat untuk mengejar ilmu pengetahuan. aammiinn..

" Terimaksaih semoga bermanfaat "




0 Response to "Filsafat Pendidikan Eksisitensialisme"

Post a Comment

Recent

Comment

Menu